JAGALAH LISANMU
Sabtu, 24, november 2012..
Dalam sebuah hadis disebutkan "Sesungguhnya orang yang
paling banyak tanggungan dosanya kelak di hari kiamat ialah siapa yang paling
banyak omong (bicara) dalam hal-hal yang tidak penting bagi dirinya".(HR
Ibnu Nashr).
Dalam hadis lain, dikatakan, Amal perbuatan yang paling disukai Allah adalah mengendalikan lisan." (HR Baihaqi).
"Seorang
hamba tidak mencapai hakikat iman sehingga ia sendiri mengendalikan
lisannya." (HR Ath-Thabrani).
"Allah akan memberi rahmat-Nya pada orang yang memelihara lisannya, mengenal zamannya, dan lempang (lurus) jalan hidupnya.(HR Abu Nu'aim).
Mengenai
pentingnya menjaga lidah (lisan), Ali bin Abi Thalib berkata, "Harga
seseorang terletak pada apa yang ia mampu melakukannya". Rasul bersabda,
"Lisan bakal disiksa dengan siksaan yang tidak menimpa anggota tubuh
lainnya. Lalu, lisan berkata, "Wahai Tuhanku, mengapa Engkau menyiksaku
dengan siksaan yang tidak Engkau siksa anggota tubuh lainnya?"
Lalu, dijawab, "Dari engkaulah telah terlontar ucapan yang sampai ke dunia timur dan barat. Kemudian, karena ucapan itu pula terjadi pembunuhan secara haram, perampasan harta, dan pemerkosaan secara haram, maka demi Keagungan-Ku, niscaya Aku akan menyiksamu dengan siksaan yang tidak Aku timpakan atas anggota tubuh lainnya".(HR Abu Nu'aim).
Oleh karena itu ada beberapa hal penting perlu kita perhatikan dalam menjaga lisan.
Pertama, hendaknya pembicaraan kita selalu diarahkan ke dalam kebaikan. Allah SWT SWT berfirman, "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia." (An-Nisa: 114)
Kedua, tidak membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagi diri kita maupun orang lain yang akan mendengarkan. Rasulullah SAW bersabda, "Termasuk kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Ketiga, tidak membicarakan semua yang kita dengar. Abu Hurairh RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia dengar. (HR. Muslim)
Keempat, menghindari perdebatan dan saling membantah, sekalipun kita berada di pihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda. Rasulullah SAW bersabda, "Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari pertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun bercanda." (HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Al-Albani)
Kelima, tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa. Aisyah RAh berkata, "Sesungguhnya Nabi SAW apabila membicarakan suatu hal, dan ada orang yang mau menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya" (HR. Bukhari-Muslim).
Semoga
Allah SWT senantiasa menjaga diri kita, sehingga diri kita senantiasa berada
dalam kebaikan. Wallahu’alam bi Shawaab.
Abu
Abdillah yaitu Hudzaifah bertanya kepada Ibnu Mas’ud, “Apa yang pernah kau
dengar dari Rasulullah tentang katanya?”. Ibnu Mas’ud berkata, Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sejelek-jelek
kendaraan yang ditunggangi seseorang adalah katanya, katanya” (HR Abu Daud
no 4972 dan dinilai shahih oleh al Albani).
Dari
Sahl bin Saad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa
yang bisa menjamin bisa menjaga lisan yang ada di antara dua tulang rahangnya
dan kemaluan yang ada di antara kedua kakinya maka aku jamin dia akan masuk
surga” (HR Bukhari no 6109).
Dari
Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh
ada orang yang mengucapkan suatu kata-kata agar teman-temannya tertawa namun
kata-kata tersebut menyebabkan dia terjerumus (ke dalam neraka) lebih jauh
dibandingkan dengan jarak ke bintang kejora” (HR Ahmad no 9209 dinilai
sebagai hadits hasan li ghairihi oleh Syeikh Syu’aib al Arnauth).
“Sesungguhnya
seorang hamba mengucapkan suatu kata yang Allah ridhai dalam keadaan tidak
terpikirkan oleh benaknya, tidak terbayang akibatnya, dan tidak menyangka kata
tersebut berakibat sesuatu, ternyata dengan kata tersebut Allah mengangkatnya beberapa
derajat. Dan sungguh seorang hamba mengucapkan suatu kata yang Allah murkai
dalam keadaan tidak terpikirkan oleh benaknya, tidak terbayang akibatnya, dan
tidak menyangka kata tersebut berakibat sesuatu ternyata karenanya Allah
melemparkannya ke dalam neraka Jahannam.” (HR. Al-Bukhari no. 6478)
“Sesungguhnya
seorang hamba mengucapkan suatu kata yang ia tidak memerhatikannya, tidak
memikirkan kejelekannya dan tidak khawatir akan akibat/dampaknya, ternyata
karenanya ia dilemparkan ke dalam neraka lebih jauh dari apa-apa yang ada di
antara masyriq/timur.” (HR. Al-Bukhari no. 6477 dan Muslim no. 7406, 7407)
Yang
disesalkan dari keberadaan kita, kita sering menyalahgunakan nikmat Allah yang
berupa lisan ini. Lisan dilepaskan begitu saja tanpa penjagaan sehingga keluar
darinya kalimat-kalimat yang membinasakan pengucapnya. Ghibah, namimah, dusta,
mengumpat, mencela, biasa terucap. Terasa ringan tanpa beban, seakan tiada
balasan yang akan diperoleh. Membicarakan cacat/cela seseorang, menjatuhkan
kehormatan seorang muslim, seakan jadi santapan lezat bagi yang namanya lisan.
Padahal Rasulullah telah mengingatkan dalam sabdanya: “Seorang muslim
adalah orang yang kaum muslimin selamat dari gangguan lisan dan tangannya.”
(HR. Al-Bukhari no. 6484 dan Muslim no. 161)
Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin t menerangkan, “Kaum muslimin selamat dari
lisannya di mana ia tidak mencela mereka, tidak melaknat mereka, tidak
mengghibah dan menyebarkan namimah di antara mereka, tidak menyebarkan satu
macam kejelekan dan kerusakan di antara mereka. Ia benar-benar menahan
lisannya. Menahan lisan ini termasuk perkara yang paling berat dan paling sulit
bagi seseorang. Sebaliknya, begitu gampangnya seseorang melepas lisannya.”
Beliaut
juga menyatakan, “Lisan termasuk anggota tubuh yang paling besar bahayanya bagi
seseorang. Karena itulah, bila seseorang berada di pagi harinya maka anggota
tubuhnya yang lain, dua tangan, dua kaki, dua mata dan seluruh anggota yang
lain mengingkari lisan. Demikian pula kemaluan, karena pada kemaluan ada
syahwat nikah dan pada lisan ada syahwat kalam (berbicara). Sedikit orang yang
selamat dari dua syahwat ini. Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin
selamat dari lisannya, yakni ia menahan lisannya dari mereka. Tidak menyebut
mereka kecuali dengan kebaikan. Ia tidak mencaci, tidak mengghibah, tidak
berbuat namimah dan tidak menebarkan permusuhan di antara manusia. Dia adalah
orang yang memberikan rasa aman kepada orang lain. Bila ia mendengar kejelekan,
ia menjaga lisannya. Tidak seperti yang dilakukan sebagian manusia bila
mendengar kejelekan saudaranya sesama muslim, ia melonjak kegirangan kemudian
ia menyebarkan kejelekan itu di negerinya. Orang seperti ini bukanlah seorang
muslim (yang sempurna imannya).” (Syarh Riyadhish Shalihin, 1/764)
“Siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau
ia diam.” (HR. Al-Bukhari no. 6475 dan Muslim)
Diamlah
kecuali dari perkataan yang baik.” Mu’adz bertanya kepada Rasulullah, “Apakah
kita akan disiksa disebabkan apa yang diucapkan oleh lisan-lisan kita?”
Rasulullah memukul paha Mu’adz, kemudian bersabda, “Wahai Mu’adz, ibumu
kehilangan kamu”, atau beliau mengucapkan kepada Mu’adz apa yang Allah
kehendaki dari ucapan. “Bukankah manusia ditelungkupkan di atas hidung mereka ke
dalam jahannam tidak lain disebabkan karena apa yang diucapkan oleh lisan-lisan
mereka? Karenanya, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia
berkata baik atau ia diam dari berkata yang jelek. Ucapkanlah kebaikan niscaya
kalian akan menuai kebaikan dan diamlah dari berkata yang jelek niscaya kalian
akan selamat.” (Dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil t dalam Ash-Shahihul Musnad,
1/460)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar